“Aku hanyalah seorang kakek tua yang begitu menyayangimu dan semua manusia, tapi kalian tak pernah sadar. Semua hanya bisa mengeluh dan meminta tanpa usaha. Kebencian, ketamakan, keegoisan, ketidakpedulian begitu menyelimuti manusia. Sampai-sampai aku terpaksa memberikan cobaan kepada manusia hanya agar kalian sadar. Sama seperti kamu sekarang ini.”
Begitu juga aku. Aku hanya bisa terdiam dan mengiyakan dalam hati.
“Ingat Hyo Ri?”
Aku terhenyak, mengangguk. Tanpa kusuruh, air mata menetes begitu saja. Sebenarnya aku menyesal, sangat menyesal.
“Bukankah seharusnya kamu senang karena aku mengabulkan permintaanmu. Sainganmu sudah tiada dan tidak ada lagi mengganggumu. Tapi, akan kuperlihatkan sesuatu padamu.”
Di hadapanku muncul ruang ganti baju yang ada di perguruanku. Saat itu sudah sore dan ada 2 orang yang begitu aku kenal. Hyo Ri dan Shin Lee. Percakapan keduanya membuatku menjadi orang yang begitu jahat karena telah menginginkannya pergi selamanya.
“Sudahlah, jangan bertengkar terus dengan Kim. Aku bosan mendengarnya. Kenapa Unni selalu mengejeknya?”
“Fiuuhh... Aku bukannya benci atau iri padanya. Dia terlalu terlena akan keberhasilannya. Dia belum sepenuhnya mengenal dunia memanah yang sebenarnya. Kejuaraan-kejuaraan di tingkat yang lebih tinggi. Makanya aku mengejeknya hanya untuk membangkitkan semangatnya, memperbaiki kesalahan-kesalahan. Jangan sampai seperti aku, gagal membawa pulang medali emas ke Korea hanya karena keras kepala terhadap pelatih.”
Ruangan putih kembali, Hyo Ri dan Shin Lee telah berganti kembali menjadi si kakek. Aku tetap saja menangis. Penyesalan selalu datang terlambat. Andai aku bisa menebusnya. Andai aku bisa menjadi seseorang yang tidak tamak, berprasangka buruk, egois, dan asal bicara. Aku mau berubah. Andai ada kesempatan....
“Ada. Masuklah ke lubang yang di tengah. Kau akan memulai hidup baru di tubuh yang baru. Di tubuh manapun kau berada, ingatlah selalu kau ingin jadi orang yang seperti apa. Dan di kehidupan selanjutnya lagi, bawalah terus kerendahan hati, kepedulian, kasih, dan cinta, sebarkanlah pada sesamamu.”
Aku mengangguk dan dalam hati berjanji. “Terimakasih.” Aku tersenyum lalu melangkah masuk ke dalam lubang yang di tengah. Memulai perjalanan menjadi pribadi yang baru. Selamat jalan, Ae Ji Kim.
-*-*-*-*-*-
Musim Semi 2011...
Aku menghentikan langkahku di depan sebuah rumah besar. Bisa kulihat Joon Dong Sung dan Ae Eun Shin sedang merawat kebun mawarku. Mereka terlihat sangat bahagia. Tak heran karena sesekali kulihat pantulan cahaya dari cincin yang melingkar di jari manis mereka. Aku tersenyum. Senang rasanya melihat dua orang yang kusayangi bahagia. Setelah puas melihat, aku pun kembali meneruskan perjalanan untuk mendapatkan kebahagiaanku sendiri.
“Mama, lihat sini. Anjingnya lucu! Boleh aku bawa pulang ya? Ya?”tanya si anak dengan mata berbinar-binar.
“Iya, boleh. Tapi harus dirawat baik-baik ya.”
“HORREEE!! Sip, Ma. Eh, ada kalung namanya. K – I – M. Kim, Anneyong!”sapa si anak sambil kemudian menggendongku dengan penuh kasih sayang.
Dalam dekapannya yang hangat, mataku perlahan terpejam. Sebentar ... sebentar saja...
0 comments:
Posting Komentar